Presiden Prabowo Subianto/Net |
DUADETIK.COM - Indonesia berhasil memenangkan sengketa sawit melawan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan kesuksesan ini dinilai berkaitan dengan peningkatan upaya diplomasi yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto.
Teuku Rezasyah, dosen hubungan internasional di Universitas Padjadjaran (Unpad) dan President University, menjelaskan bahwa kemenangan Indonesia diraih melalui perundingan yang strategis.
Menurutnya, Tim Negosiator Indonesia terdiri dari para ahli yang memiliki keahlian tinggi dalam Hukum Internasional, memahami prosedur WTO, serta menganalisis posisi lawan, baik secara mandiri maupun kolektif.
“Kemenangan di WTO pada dasarnya adalah bukti keberhasilan diplomasi total yang dilakukan Indonesia,” ujar Rezasyah kepada RMOL pada Minggu, 19 Januari 2025.
Namun, ia juga menilai bahwa peran Presiden Prabowo dalam menghadiri berbagai konferensi tingkat tinggi (KTT) dalam dua bulan terakhir turut membangun kekuatan psikologis di kancah internasional.
“Prabowo secara langsung mengarahkan diplomasi total Indonesia, termasuk dalam menangani sengketa sawit di WTO,” lanjutnya.
Rezasyah menambahkan, Prabowo telah berhasil memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang demokratis, taat hukum internasional, dan terbuka terhadap berbagai bentuk kerja sama global. Hal ini meyakinkan komunitas internasional bahwa Indonesia tidak akan menyalahgunakan kemenangan di WTO untuk merugikan pihak lain.
“Baik secara hukum maupun psikologis, WTO dan negara-negara yang bersengketa dengan Indonesia memahami bahwa Indonesia akan bertanggung jawab dan mematuhi semua keputusan WTO,” tegasnya.
Kemenangan Indonesia atas sengketa sawit melawan Uni Eropa diumumkan pada Jumat, 17 Januari 2025. Putusan WTO membuktikan bahwa diskriminasi Uni Eropa terhadap kelapa sawit Indonesia benar adanya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kemenangan ini menunjukkan kemampuan Indonesia dalam melawan perlakuan diskriminatif.
“Indonesia menang di WTO terkait kelapa sawit. Ini membuktikan bahwa dalam kasus kelapa sawit dan biodiesel, diskriminasi yang dilakukan Eropa diakui,” ujar Airlangga.
Meski demikian, Airlangga tidak memastikan apakah Uni Eropa akan mematuhi keputusan WTO tersebut.
“Yang penting kita sudah menang. Apakah mereka akan melaksanakan keputusan itu atau tidak, kita lihat nanti,” tambahnya.
Ia juga menyoroti dampak kemenangan ini terhadap European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang menurutnya mencerminkan sikap setengah hati negara Barat terhadap produk sawit Indonesia.